Selasa, 15 Oktober 2013

CIPTO



Di kantor ane ada seorang yg bisa disebut Office Boy (OB), Cipto
namanya. Doi orang asli cirebon, masih muda jga udah berani merantau,
dan yg paling keren doi udah punya istri...hehe (kabita)

Ane pikir sih tugas cipto gampang tapi capek banget lho, dia hrus udah
standby di kantor sebelum para karyawan dateng buat bersih2 dan beres2
dan pulang setelah para karyawan pulang untuk beres2 kesemrawutan dari
hasil kerja para karyawan. Ketika para karyawan mulai bekerja, apaka
Cipto santai?...sayangnya tidak sama sekali. Doi disuruh berbagai
pekerjaan, mulai fotocopy, bnerin motor kantor, beliin karyawan
makanan, ambilin print out daaan masih banyak yg ga bisa disebutin
satu-satu yg membuat cipto hilir mudik dri lantai 1 sampai lantai 3
kantor...huuft

Pernah suatu hari Cipto 2hari ga masuk karena istrinya tertabrak. Dia
harus membawa istrinya ke rimah sakit untuk dirawat bberapa saat dan
lanjut mengantarnya ke cirebon. Ternyata dia di telpon oleh org2
kantor saat istrinya masih di poliklinik cirebon. Dengan berat hati ia
pun meninggalkan istrinya yg tengah membutuhkannya itu dan menitipkan
ke orang tuanya. Bayangin deh kalo agan ada d posisi gtu :'(
Akhirnya dia ke jakarta dan lgsg menuju kantor. Haap langsung dia
mendapat betubi2 perintah, tapi dia langsung dengan cekatan kembali
mengerjakan pekerjan2nya.

Yang ane salut Cipto selalu keliatan kesediaannya tanpa terlihat muka
masam atau ngegrusu ketika mendapat perintah2. Doi profesional Gan...

Andaikan cipto memiliki keahlian dan visi yang luas, serta
profesionalisme dan kerja keras saat ini, ane yakin dia bakal sukses
gan. Sayang mindset sperti itu belom ane terlihat dalam dirinya :'(

Ane berdoa supaya dia berubah mindsetnya kalo dia itu bisa lebih layak
menjadi seseorang yang sesuai dengan kerja keras dan
keikhlasannya...amiin

@Fei_Muhammad

Work?


 

Sekarang ane merantau di Ibukota Jakarta Gan. Ane alhamdulilah
keterima kerja di sebuah kontraktor pengecatan gedung2 hotel,
apatemen, dan mal2 khususnya di daerah Jakarta.hhe

Ane merhatiin kehidupan orang2 yg udah kerja + berkeluarga (tpi ga
lupa merhatiin diri sendiri jg,he). Ane merhatiin tujuan mereka kerja
buat apa, n' yg paling utama tujuan mereka hidup di dunia ini apa.

Dan astagfirulloh, ternyata masih banyak org "lupa" akan tujuan hidup
di dunia (yaitu mmpersiapkan diri sebaik mungkin u/ kembali ke Alloh)
karena disibukkan oleh tujuan pekerjaan semata :(
Mereka kerja dari pagi sampe sore bahkan kadang2 lembur tapi sering
menunda bahkan melewatkan sholatnya hanya karena sedang bekerja.

Yang ini beda lagi kasusnya.

Pernah ane ngikutin langsung kehidupan suami - istri yg 22nya bekerja,
dan mereka menitipkan 2 anaknya kepada seorang pembantu. Pas mereka
pulang anaknya udah tidur pules sendirian di depan tv. Dan kejadian
itu teurus berulan setiap hri kerja. Katanya mereka berdalih mencari
uang untuk anak, tapi anak mereka sendiri terlantar perhatiannya
karena kesibukan mereka cari uang.

Nah untuk agan2 yang bekerja, harap inget baik2 tujuan agan mencari
penghasilan tanpa melupakan tujuan hidup di dunia, supaya kedua tujuan
itu bersinergi dan jadi ibadah dalam setiap aktivitas agan.

Maap gak maksud menggurui, coretan2  ini sebenernya adalah curhatan yg
dialamin di kehidupan ane dan jd pengingat bagi diri ane khususnya.

@Fei_Muhammad

Minggu, 29 September 2013

KISAH SUKSES SANDIAGA SALAHUDDIN UNO



 
Saat ane pengen posting blog tapi lagi ga punya ide, ane berusah ngisi dengan cara ngutip dari web. Lain. Kisah Berikut ini tetntang Sandiaga Salahuddin Uno. Pengusaha Muda Indonseia yang ternyata banyak kisah perjlanan hidupnya dapat dijadikan pelajaran buat kite2 yang pengen jadi pengusaha tangguh.. Ane ngutip ni tulisan dari salah satu artikel di ciputraentrepreneurship.com, monggo disimak Gan, Sis !!!

Di Indonesia, relatif amat susah mencari orang sukses dalam usia yang relatif muda, setidaknya dalam usia di bawah 40 tahun. Namun demikian, diantara susahnya menemukan orang sukses tersebut, muncul milyarder muda, Sandiaga Salahuddin Uno.

Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) pasti kenal dengan sosok Sandiaga S. Uno. Dia telah lengser dari jabatan ketua umum pusat organisasi yang beranggota lebih dari 30 ribu pengusaha itu.

Sandi–demikian penyandang gelar MBA dari The George Washington University itu biasa disapa–tercatat sebagai orang terkaya ke-63 di Indonesia versi Globe Asia. Kekayaannya 245 juta dolar AS.
Sandi menyatakan tak disiapkan untuk menjadi pebisnis oleh orangtuanya. ”Orangtua lebih suka saya bekerja di perusahaan, tidak terjun langsung menjadi wirausaha,” ujar pria penggemar basket itu.
”Menjadi pengusaha itu pilihan terakhir,” akunya. Karena itulah, dia tak berpikir menjadi pengusaha seperti yang telah dilakoni selama satu dekade ini. ”Saya ini pengusaha kecelakaan,” katanya, lantas tertawa.

Kiprah bisnis Sandi kini dibentangkan lewat Grup Saratoga dan Recapital. Bisnisnya menggurita, mulai pertambangan, infrastruktur, perkebunan, hingga asuransi. Namun, dia masih punya cita-cita soal pengembangan bisnisnya. “Saya ingin masuk ke sektor consumer goods. Dalam 5-10 tahun mendatang, bisnis di sektor tersebut sangat prospektif,” katanya, optimistis.

Seorang pebisnis, kata dia, memang harus selalu berpikir jangka panjang. Bahkan, berpikir di luar koridor, berpikir apa yang tidak pernah terlintas di benak orang. “Mikir-nya memang harus jangka panjang.”
Dia mencontohkan, dirinya masuk ke sektor pertambangan awal 2000. Saat itu, sektor tersebut belum marak seperti saat ini. ”Jadi, ketika sektor itu sekarang naik, kami sudah punya duluan,” ujarnya.

Sandi semula adalah pekerja kantoran. Pascalulus kuliah di The Wichita State University, Kansas, Amerika Serikat, pada 1990, Sandi mendapat kepercayaan dari perintis Grup Astra William Soeryadjaja untuk bergabung ke Bank Summa. Itulah awal Sandi terus bekerja sama dengan keluarga taipan tersebut. ”Guru saya adalah Om William (William Soeryadjaja-Red),” tutur pria kelahiran 28 Juni 1969 itu.

Bapak dua anak itu kemudian sedikit terdiam. Pandangannya dilayangkan ke luar ruang, memandangi gedung-gedung menjulang di kawasan Mega Kuningan. ”Saya masih ingat, sering didudukkan sama beliau (William Soeryadjaja-Red). Kami berdiskusi lama, bisa berjam-jam. Jiwa wirausahanya sangat tangguh,” kenangnya. William tanpa pelit membagikan ilmu bisnisnya kepada Sandi. Dia benar-benar mengingatnya karena itulah titik awal dia mengetahui kerasnya dunia bisnis.

Di Tanah Air, Sandi hanya bertahan satu setengah warsa. Dia harus kembali ke AS karena mendapat beasiswa dari bank tempatnya bekerja. Dia pun kembali duduk di bangku kuliah di George Washington University, Washington. Saat itulah, fase-fase sulit harus dia hadapi. Bank Summa ditutup. Sandi yang merasa berutang budi ikut membantu penyelesaian masalah di Bank Summa.

Sandi kemudian sempat bekerja di sebuah perusahaan migas di Kanada. Dia juga bekerja di perusahaan investasi di Singapura. ”Saya memang ingin fokus di bidang yang saya tekuni semasa kuliah, yaitu pengelolaan investasi,” tuturnya.

Mapan sejenak, Sandi kembali terempas. Perusahaan tempat dia bekerja tutup. Mau tidak mau, dia kembali ke Indonesia. ”Saya berangkat dari nol. Bahkan, kembali dari luar negeri, saya masih numpang orangtua,” katanya. Sandi mengakui, dirinya semula kaget dengan perubahan kehidupannya. ”Biasanya saya dapat gaji setiap bulan, tapi sekarang berpikir bagaimana bisa bertahan,” tutur pria kelahiran Rumbai itu. Apalagi, ketika itu krisis.

Dia kemudian menggandeng rekan sekolah semasa SMA, Rosan Roeslani, mendirikan PT Recapital Advisors. Pertautan akrabnya dengan keluarga Soeryadjaja membawa Sandi mendirikan perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya bersama anak William, Edwin Soeryadjaja. Saratoga punya saham besar di PT Adaro Energy Tbk, perusahaan batu bara terbesar kedua di Indonesia yang punya cadangan 928 juta ton batu bara.

Bisa dibilang, krisis membawa berkah bagi Sandi. ”Saya selalu yakin, setiap masalah pasti ada solusinya,” katanya. Sandi mampu ”memanfaatkan” momentum krisis untuk mengepakkan sayap bisnis. Saat itu banyak perusahaan papan atas yang tersuruk tak berdaya. Nilai aset-aset mereka pun runtuh. Perusahaan investasi yang didirikan Sandi dan kolega-koleganya segera menyusun rencana. Mereka meyakinkan investor-investor mancanegara agar mau menyuntikkan dana ke tanah air. ”Itu yang paling sulit, bagaimana meyakinkan bahwa Indonesia masih punya prospek.”

Mereka membeli perusahaan-perusahaan yang sudah di ujung tanduk itu dan berada dalam perawatan BPPN -lantas berganti PPA-. Kemudian, mereka menjual perusahaan itu kembali ketika sudah stabil dan menghasilkan keuntungan. Dari bisnis itulah, nama Sandi mencuat dan pundi-pundi rupiah dikantonginya.
Sandi terlibat dalam banyak pembelian maupun refinancing perusahaan-perusahaan. Misalnya, mengakuisisi Adaro, BTPN, hingga Hotel Grand Kemang. Dari situlah, kepakan sayap bisnis Sandi melebar hingga kini.