Sebenernya ane ngutip artikel ini dari sebuah
sumber beberapa waktu lalu. Tapi ane lupa alamatnya...walapun gitu moga
bermanfaat deh !!!
Cekidoot Gan !!!
*Elang Gumilang, Mahasiswa Bangun Perumahan untuk Orang Miskin Demi
*Elang Gumilang, Mahasiswa Bangun Perumahan untuk Orang Miskin Demi
Keseimbangan Hidup*
Selama ini banyak developer yang membangun
perumahan namun hanya bisa dijangkau oleh kalangan menengah ke atas saja.
Jarang sekali developer yang membangun perumahan yang memang dikhususkan bagi
orang-orang kecil. Elang Gumilang (22), seorang mahasiswa yang memiliki jiwa
wirausaha tinggi ternyata memiliki kepedulian tinggi terhadap kaum kecil yang
tidak memiliki rumah. Meski bermodal pas-pasan, ia berani membangun perumahan
khusus untuk orang miskin. Apa yang mendasarinya?
Jumat sore (28/12), suasana Institut Pertanian
bogor (IPB), terlihat lengang. Tidak ada geliat aktivitas proses belajar
mengajar. Maklum hari itu, hari tenang mahasiswa untuk ujian akhir semester
(UAS). Saat Realita melangkahkah kaki ke gedung Rektorat, terlihat sosok pemuda
berperawakan kecil dari kejauhan langsung menyambut kedatangan Realita. Dialah
Elang Gumilang (22), seorang wirausaha muda yang peduli dengan kaum miskin.
Sambil duduk di samping gedung Rektorat, pemuda yang kerap disapa Elang ini, langsung
mengajak Realita ke perumahannya yang tak jauh dari kampus IPB. Untuk sampai ke
perumahan tersebut hanya membutuhkan waktu 15 menit dengan menggunakan
kendaraan roda empat. Kami berhenti saat melewati deretan rumah bercat kuning
tipe 22/60. Rupanya bangunan yang berdiri di atas lahan 60 meter persegi itu
adalah perumahan yang didirikannya yang diperuntukan khusus bagi orang-orang
miskin. Setelah puas mengitari perumahan, Elang mengajak Realita untuk
melanjutkan obrolan di kantornya.
Elang sendiri merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara pasangan H. Enceh (55) dan Hj. Prianti (45). Elang terlahir dari
keluarga yang lumayan berada, yaitu ayahnya berprofesi sebagai kontraktor,
sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Sejak kecil orang tuanya sudah
mengajarkan bahwa segala sesuatu diperoleh tidak dengan gratis. Orang tuanya
juga meyakinkan bahwa rezeki itu bukan berasal dari mereka tapi dari Allah
SWT..
Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar Pengadilan
4, Bogor, Elang sudah mengikuti berbagai perlombaan dan bahkan ia pernah
mengalahkan anak SMP saat lomba cerdas cermat. Karena kepintarannya itu, Elang
pun menjadi anak kesayangan guru-gurunya.
Begitu pula ketika masuk SMP I Bogor, SMP
terfavorit di kabupaten Bogor, Elang selalu mendapatkan rangking. Pria
kelahiran Bogor, 6 April 1985 ini mengaku kesuksesan yang ia raih saat ini
bukanlah sesuatu yang instan.
“Butuh proses dan kesabaran untuk mendapatkan
semua ini, tidak ada sesuatu yang bisa dicapai secara instan,” tegasnya. Jiwa
wirausaha Elang sendiri mulai terasah saat ia duduk di bangku kelas 3 SMA I
Bogor, Jawa Barat. Dalam hati, Elang bertekad setelah lulus SMA nanti ia harus
bisa membiayai kuliahnya sendiri tanpa menggantungkan biaya kuliah dari orang
tuanya. Ia pun mempunyai target setelah lulus SMA harus mendapatkan uang Rp 10
juta untuk modal kuliahnya kelak.
Berjualan Donat. Akhirnya, tanpa sepengetahuan
orang tuanya, Elang mulai berbisnis kecil-kecilan dengan cara berjualan donat
keliling. Setiap hari ia mengambil 10 boks donat masing-masing berisi 12 buah
dari pabrik donat untuk kemudian dijajakan ke Sekolah Dasar di Bogor. Ternyata
lumayan juga. Dari hasil jualannya ini, setiap hari Elang bisa meraup
keuntungan Rp 50 ribu.
Setelah berjalan beberapa bulan, rupanya kegiatan
sembunyi-sembunyiny a ini tercium juga oleh orang tuanya. “Karena sudah dekat
UAN (Ujian Akhir Nasional), orang tua menyuruh saya untuk berhenti berjualan
donat. Mereka khawatir kalau kegiatan saya ini mengganggu ujian akhir,” jelas
pria pemenang lomba bahasa sunda tahun 2000 se-kabupaten Bogor ini.
Dilarang berjualan donat, Elang justru tertantang
untuk mencari uang dengan cara lain yang tidak mengganggu sekolahnya. Pada
tahun 2003 ketika Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengadakan lomba Java
Economic Competion se-Jawa, Elang mengikutinya dan berhasil menjuarainya.
Begitu pula saat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan
kompetisi Ekonomi, Elang juga berhasil menjadi juara ke-tiga. Hadiah uang yang
diperoleh dari setiap perlombaan, ia kumpulkan untuk kemudian digunakan sebagai
modal kuliah.
Setelah lulus SMU, Elang melanjutkan kuliah di Fakultas
Ekonomi IPB (Institut Pertanian Bogor). Elang sendiri masuk IPB tanpa melalui
tes SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru, red) sebagaimana calon mahasiswa
yang akan masuk ke Perguruan Tinggi Negeri. Ini dikarenakan Elang pernah menjuarai
kompetisi ekonomi yang diadakan oleh IPB sehingga bisa masuk tanpa tes. Saat
awal-awal masuk kuliah, Elang mendapat musibah yang menyebabkan uang Rp 10
jutanya tinggal Rp 1 juta. Namun Elang enggan memberitahu apa musibah yang
dialaminya tersebut. Padahal uang itu rencananya akan digunakan sebagai modal
usaha. Meski hanya bermodal Rp 1 juta, Elang tidak patah semangat untuk memulai
usaha. Uang Rp 1 juta itu ia belanjakan sepatu lalu ia jual di Asrama Mahasiswa
IPB. Lewat usaha ini, dalam satu bulan Elang bisa mengantongi uang Rp 3 jutaan.
Tapi setelah berjalan beberapa tahun, orang yang menyuplai sepatunya entah
kenapa mulai menguranginya dengan cara menurunkan kualitas sepatunya.
Satu per satu pelanggannya pun tidak mau lagi
membeli sepatu Elang. Sejak itu, Elang memutuskan untuk tidak lagi berjualan
sepatu. Setelah tidak lagi berbisnis sepatu, Elang kebingungan mencari bisnis apalagi.
Pada awalnya, dengan sisa modal uang bisnis sepatu, rencanaya ia akan gunakan
untuk bisnis ayam potong. Tapi, ketika akan terjun ke bisnis ayam potong, Elang
justru melihat peluang bisnis pengadaan lampu di kampusnya. “Peluang bisnis
lampu ini berawal ketika saya melihat banyak lampu di IPB yang redup. Saya
fikir ini adalah peluang bisnis yang menggiurkan, ” paparnya. Karena tidak
punya modal banyak, Elang menggunakan strategi Ario Winarsis, yaitu bisnis
tanpa menggunakan modal. Ario Winarsis sendiri awalnya adalah seorang pemuda
miskin dari Amerika Latin, Ario Winarsis mengetahui ada seorang pengusaha
tembakau yang kaya raya di Amerika.
Setiap hari, ketika pengusaha itu keluar
rumah, Ario Winarsis selalu melambaikan tangan ke pengusaha itu. Pada awalnya
pengusaha itu tidak memperdulikannya. Tapi karena Ario selalu melambaikan
tangan setiap hari, pengusaha tembakau itu menemuinya dan mengatakan, “Hai
pemuda, kenapa kamu selalu melambaikan tangan setiap saya ke luar rumah?”
Pemuda miskin itu lalu menjawab, “Saya punya tembakau kualitas bagus. Bapak
tidak usah membayar dulu, yang penting saya dapat PO dulu dari Bapak.” Setelah
mendengar jawaban dari pemuda itu, pengusaha kaya itu lalu membuatkan tanda
tangan dan stempel kepada pemuda tersebut. Dengan modal stempel dan tanda
tangan dari pengusaha Amerika itu, pemuda tersebut pulang dan mengumpulkan
hasil tembakau di kampungnya untuk di jual ke Amerika lewat si pengusaha kaya
raya itu. Maka, jadilah pemuda itu orang kaya raya tanpa modal.
Begitupula Elang, dengan modal surat dari kampus,
ia melobi ke perusahaan lampu Philips pusat untuk menyetok lampu di kampusnya.
“Alhamdulillah proposal saya gol, dan setiap penjualan saya mendapat keuntungan
Rp 15 juta,” ucapnya bangga. Tapi, karena bisnis lampu ini musiman dan
perputaran uangnya lambat, Elang mulai berfikir untuk mencari bisnis yang lain.
Setelah melihat celah di bisnis minyak goreng, Elang mulai menekuni jualan
minyak goreng ke warung-warung. Setiap pagi sebelum berangkat kuliah, ia harus
membersihkan puluhan jerigen, kemudian diisi minyak goreng curah, dan dikirim
ke warung-warung Pasar Anyar, serta Cimanggu, Bogor. Setelah selesai mengirim minyak
goreng, ia kembali ke kampus untuk kuliah. Sepulang kuliah, Elang kembali
mengambil jerigen-jerigen di warung untuk diisi kembali keesokan harinya. Tapi,
karena bisnis minyak ini 80 persen menggunakan otot, sehingga mengganggu
kuliahnya. Elang pun memutuskan untuk berhenti berjualan. “Saya sering
ketiduran di kelas karena kecapain,” kisahnya.
Elang mengaku selama ini ia berbisnis lebih
banyak menggunakan otot dari pada otak. Elang berkonsultasi ke beberapa para
pengusaha dan dosennya untuk minta wejangan. Dari hasil konsultasi, Elang
mendapat pencerahan bahwa berbisnis tidak harus selalu memakai otot, dan banyak
peluang-peluang bisnis yang tidak menggunakan otot.
Setelah mendapat berbagai masukan, Elang mulai
merintis bisnis Lembaga Bahasa Inggris di kampusnya. “Bisnis bahasa Inggris ini
sangat prospektif apalagi di kampus, karena ke depan dunia semakin global dan
mau tidak mau kita dituntut untuk bisa bahasa Inggris,” jelasnya. Adapun
modalnya, ia patungan bersama kawan-kawannya. Sebenarnya ia bisa membiayai
usaha itu sendiri, tapi karena pegalaman saat jualan minyak, ia memutuskan
untuk mengajak teman-temannya. Karena lembaga kursusnyanya ditangani secara profesional
dengan tenaga pengajar dari lulusan luar negeri, pihak Fakultas Ekonomi
mempercayakan lembaganya itu menjadi mitra. Karena dalam bisnis lembaga bahasa Inggris Elang
tidak terlibat langsung dan hanya mengawasi saja, ia manfaatkan waktu luangnya
untuk bekerja sebagai marketing perumahan. “Saya di marketing tidak mendapat
gaji bulanan, saya hanya mendapatkan komisi setiap mendapat konsumen,” ujarnya.
Bangun Rumah Orang Miskin. Di usianya yang
relatif muda, pemuda yang tak suka merokok ini sudah menuai berbagai
keberhasilan. Dari hasil usahanya itu Elang sudah mempunyai rumah dan mobil
sendiri. Namun di balik keberhasilannya itu, Elang merasa ada sesuatu yang
kurang. Sejak saat itu ia mulai merenungi kondisinya. “Kenapa kondisi saya
begini, padahal saya di IPB hanya tinggal satu setengah tahun lagi. Semuanya
saya sudah punya, apalagi yang saya cari di dunia ini?” batinnya.
Setelah lama merenungi ketidaktenangannya itu,
akhirnya Elang mendapatkan jawaban. Ternyata selama ini ia kurang bersyukur kepada
Tuhan. Sejak saat itulah Elang mulai mensyukuri segala kenikmatan dan kemudahan
yang diberikan oleh Tuhan. Karena bingung mau bisnis apalagi, akhirnya Elang
shalat istikharah minta ditunjukkan jalan. “Setelah shalat istikharah, dalam
tidur saya bermimpi melihat sebuah bangunan yang sangat megah dan indah di Manhattan
City, lalu saya bertanya kepada orang, siapa sih yang membuat bangunan megah
ini? Lalu orang itu menjawab, “Bukannya kamu yang membuat?”
Setelah itu Elang terbangun dan merenungi maksud
mimpi tersebut. “Saya pun kemudian memberanikan diri untuk masuk ke dunia
properti,” ujarnya.
Pengalaman bekerja di marketing perumahan
membuatnya mempunyai pengetahuan di dunia properti. Sejak mimpi itu ia mulai
mencoba-coba ikut berbagai tender. Tender pertama yang ia menangi Rp 162 juta
di Jakarta yaitu membangun sebuah Sekolah Dasar di daerah Jakarta Barat. Sukses
menangani sekolah membuat Elang percaya diri untuk mengikuti tender-tender yang
lebih besar. Sudah berbagai proyek perumahan ia bangun.
Selama ini bisnis properti kebanyakan ditujukan
hanya untuk orang-orang kaya atau berduit saja. Sedangkan perumahan yang
sederhana dan murah yang terjangkau untuk orang miskin jarang sekali pengembang
yang peduli. Padahal di Indonesia ada 70 juta rakyat yang masih belum memiliki
rumah. Apalagi rumah juga merupakan kebutuhan yang sangat primer. Sebagai
tempat berteduh dan membangun keluarga. “Banyak orang di Indonesia terutama
yang tinggal di kota belum punya rumah, padahal mereka sudah berumur 60 tahun,
biasanya kendala mereka karena DP yang kemahalan, cicilan kemahalan, jadi
sampai sekarang mereka belum berani untuk memiliki rumah,” jelasnya.
Dalam hidupnya, Elang ingin memiliki keseimbangan
dalam hidup. Bagi Elang, kalau mau kenal orang maka kenalilah 10 orang terkaya
di Indonesia dan juga kenal 10 orang termiskin di Indonesia. Dengan kenal 10
orang termiskin dan terkaya, akan mempunyai keseimbangan dalam hidup, dan pasti
akan melakukan sesuatu untuk mereka. Melihat realitas sosial seperti itu, Elang
terdorong untuk mendirikan perumahan khusus untuk orang-orang ekonomi ke bawah.
Maka ketika ada peluang mengakuisisi satu tanah di desa Cinangka kecamatan Ciampea,
Elang langsung mengambil peluang itu. Tapi, karena Elang tidak punya banyak
modal, ia mengajak teman-temannya yang berjumlah 5 orang untuk patungan. Dengan
modal patungan Rp 340 juta, pada tahun 2007 Elang mulai membangun rumah sehat
sederhana (RSS) yang difokuskan untuk si miskin berpenghasilan rendah. Dari
penjualan rumah yang sedikit demi sedikit itu. Modalnya Elang putar kembali
untuk membebaskan lahan di sekitarnya. Rumah bercat kuning pun satu demi satu
mulai berdiri.
Elang membangun rumah dengan berbagai tipe, ada
tipe 22/60 dan juga tipe 36/72. Rumah-rumah yang berdiri di atas lahan 60 meter
persegi tersebut ditawarkan hanya seharga Rp 25 juta dan Rp 37 juta per
unitnya. “Jadi, hanya dengan DP Rp 1,25 juta dan cicilan Rp 90.000 ribu per
bulan selama 15 tahun, mereka sudah bisa memiliki rumah,” ungkapnya.
Karena modalnya pas-pasan, untuk media promosinya
sendiri, Elang hanya mengiklankan di koran lokal. Karena harganya yang relatif
murah, pada tahap awal pembangunan langsung terjual habis. Meski harganya
murah, tapi fasilitas pendukung di dalamnya sangat komplit, seperti Klinik 24
jam, angkot 24 jam, rumah ibadah, sekolah, lapangan olah raga, dan juga dekat dengan
pasar. Karena rumah itu diperuntukkan bagi kalangan ekonomi bawah, kebanyakan
para profesi konsumennya adalah buruh pabrik, staf tata usaha (TU) IPB, bahkan
ada juga para pemulung.
Sisihkan 10 Persen. Dengan berbagai kesuksesan di
usia muda itu, Elang tidak lupa diri dengan hidup bermewah-mewahan, justru
Elang semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Salah satu wujud rasa syukur atas
nikmatnya itu, dalam setiap proyeknya, ia selalu menyisihkan 10 persen untuk
kegiatan amal. “Uang yang 10 persen itu saya masukkan ke BMT (Baitul Mal Wa
Tanwil/tabungan) pribadi, dan saya alokasikan untuk membantu orang-orang miskin
dan orang yang kurang modal,” bebernya. Bagi Elang, materi yang saat ini ia
miliki ada hak orang miskin di dalamnya yang musti dibagi. Selain menyisihkan
10 persen dari hasil proyeknya, Elang juga memberikan sedekah mingguan,
bulanan, dan bahkan tahunan kepada fakir miskin. Bagi Elang, sedekah itu tidak perlu banyak tapi
yang paling penting adalah kontinuitas dari sedekah tersebut. Meski jumlahnya
kecil, tapi jika dilakukan secara rutin, itu lebih baik daripada banyak tapi
tidak rutin.
Elang sendiri terbilang sebagai salah satu sosok
pengusaha muda yang sukses dalam merintis bisnis di tanah air. Prestasinya
patut diapresiasi dan dijadikan suri tauladan bagi anak-anak muda yang lain.
Bagi Elang, semua anak muda Indonesia bisa menjadi orang yang sukses, karena
kelebihan manusia dengan ciptaan mahkluk Tuhan yang lain adalah karena manusia
diberi akal. Dan, ketika manusia lahir ke dunia dan sudah bisa mulai berfikir,
manusia itu seharusnya sudah bisa mengarahkan hidupnya mau dibawa kemana. “Kita
hidup ibarat diberi diary kosong. Lalu, tergantung kitanya mau mengisi catatan
hidup ini. Mau hura-hurakah? Atau mau mengisi hidup ini dengan sesuatu yang
bermanfaat bagi yang lain,” ucapnya berfilosof. Ketika seseorang sudah bisa
menetapkan arah hidupnya mau dibawa kemana, tinggal orang itu mencari
kunci-kunci kesuksesannya, seperti ilmu dan lain sebagainya.
Menjaga Masjid. Adapun kunci kesuksesan Elang
sendiri berawal dari perubahan gaya hidupnya saat kuliah semester lima. Pada
siang hari, Elang bak singa padang pasir. Selain kuliah, ia juga menjalankan
bisnis mencari peluang-peluang bisnis baru, negosiasi, melobi, dan sebagainya.
Namun ketika malam tiba, ia harus
menjadi pelayan Tuhan, dengan menjadi penjaga Masjid.
“Setiap malam dari semester lima sampai sekarang
saya tinggal di Masjid yang berada dekat terminal Bogor. Dari mulai
membersihkan Masjid, sampai mengunci, dan membukakan pintu pagar untuk
orang-orang yang akan shalat Shubuh, semua saya lakukan,” ujarnya merendah.
Elang mengaku ketika menjadi penjaga Masjid ia
mendapat kekuatan pemikiran yang luar biasa. Bagi Elang, Masjid selain sebagai
sarana ibadah, juga tempat yang sangat mustajab untuk merenung dan memasang
strategi. “Dalam halaman masjid itu juga ada pohon pisang dan di sampingnya
gundukan tanah. Saya anggap itu adalah kuburan saya. Ketika saya punya masalah
saya merenung kembali dan kata Nabi, orang yang paling cerdas adalah orang yang
mengingat mati,” ujarnya.
Ikut Lomba Wirausaha Muda Mandiri Karena Tukang
Koran “Ghaib” Elang semakin dikenal khalayak luas ketika berhasil menjadi juara
pertama di ajang lomba wirausaha muda mandiri yang diadakan oleh sebuah bank
belum lama ini. Keikutsertaan Elang dalam lomba tersebut sebenarnya berkat
informasi dari koran yang ia dapatkan lewat tukang koran “ghaib”. Kenapa
“ghaib”?, sebab setelah memberi koran, tukang koran itu tidak pernah kembali
lagi padahal sebelumnya ia berjanji untuk kembali lagi.
Peristiwa aneh itu terjadi saat ia sedang mencuci
mobil di depan rumahnya. Tiba-tiba saja ada tukang koran yang menawarkan koran.
Karena sudah langganan koran, Elang pun menolak tawaran tukang koran itu dengan
mengatakan kalau ia sudah berlangganan koran. Tapi anehnya musti sudah mengatakan
demikian, si tukang koran itu tetap memaksa untuk membelinya, karena elang
tidak mau akhirnya si tukang koran itu memberikan dengan cuma-cuma kepada elang
dan berjanji akan kembali lagi keesokan harinya. Karena diberi secara
cuma-cuma, akhirnya Elang pun mau menerimanya.
Setelah selesai mencuci mobil, Elang langsung
menyambar koran pemberian tukang koran tadi. Setelah membaca beberapa lembar,
Elang menemukan satu pengumuman lomba wirausaha muda mandiri. Merasa sebagai
anak muda, ia tertantang untuk mengikuti lomba tersebut. Elang pun membawa misi
bahwa wirausaha bukan teori melainkan ilmu aplikatif. Saat lolos penjaringan
dan dikumpulkan di Hotel Nikko Jakarta, Elang bertemu dengan seorang Bapak yang
anaknya sedang sakit keras di pinggir jalan bundaran Hotel Indonesia. Elang merasa
ada dua dunia yang sangat kontras, di satu sisi ada orang tinggal di hotel
mewah dan makan di restoran, tapi di sisi lain ada orang yang tinggal di
jalanan. Akhirnya, pada malam penganugerahan, tim juri memutuskan Elanglah yang
menjadi juaranya. Padahal kalau diukur secara omset, pendapatannya berbeda jauh
dengan para pengusaha lainnya.
Dari Juara I Wirausaha itu, Elang membawa hadiah
sebesar Rp 20 juta, ditambah tawaran kuliah S2 di Universitas Indonesia.
Melalui lomba itu, terbukalah jalan cerah bagi Elang untuk menapaki dunia
wirausaha yang lebih luas. Ingin Membawahi Perusahaan yang Mempekerjakan 100
Ribu Orang
Perjalanan Elang dalam merintis bisnis properti,
tidak selamanya berjalan mulus. Pada awal-awal merintis bisnis ini, ia banyak
sekali mengalami hambatan, terutama ketika akan meminjam modal dari Bank.
Sebagai mahasiswa biasa, tentunya perbankan merasa enggan untuk memberikan
modal. Padahal, prospek bisnis properti sangat jelas karena setiap orang pasti
membutuhkan rumah. “Beginilah jadi nasib orang muda, susah orang percaya.
Apalagi perbankan. Orang bank bilang lebih baik memberikan ke tukang gorengan daripada
ke mahasiswa,” ungkapnya.
Meski sering ditolak bank pada awal-awal
usahanya, Elang tidak pernah patah semangat untuk berbisnis. Baginya, kalau
bank tidak mau memberi pinjaman, masih banyak orang yang percaya dengan anak
muda yang mau memberi pinjaman. Terbukti dengan hasil jerih payahnya selama ini
sehingga bisa berjalan.
Ada banyak impian yang ingin diraih Elang, di
antaranya membentuk organisasi Maestro Muda Indonesia dan membawahi perusahaan
yang mempekerjakan karyawan 100 ribu orang. Motivasi terbesar Elang dalam
meraih impian tersebut adalah ingin menjadi tauladan bagi generasi muda,
membantu masyarakat sekitar, dan meraih kemuliaan dunia serta akhirat.
luar biasa,gw salut dengan ke tauladanan seorang pemuda seperti elang....gw berharap suatu saat bisa menjadi partner bisisnya,sampaikan salam hangat gw buat pak elang dimanapun bertemu dia.
BalasHapusrgrds,
Andre
HP : 085740943624
email : martvan72@yahoo.com